Dari studi tersebut melibatkan sekitar 400-an responden berjenis kelamin wanita yang menghentikan program kontrasepsinya dan menjalani program anak. Mereka menjalani pengujian air liur untuk mengetes kadar enzim alpha-amylase dan hormon kortisol yang berkaitan dengan stres. Para wanita tersebut menyediakan sampel air liur saat studi berlangsung. Sampel kedua diambil saat mereka menstruasi. Kedua sampel air liur ini kemudian dibandingkan.
Peneliti menganalisis sampel air liur tersebut dan memonitor kondisi para responden wanita untuk mengetahui berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk hamil. Wanita yang hamil pada bulan pertama masa studi (berdasarkan sampel air liur pertama, bukan sampel saat menstruasi) juga dianalisis oleh para peneliti.
Hasil temuannya, menurut para peneliti, menunjukkan bahwa masalah infertilitas muncul ketika responden tak kunjung hamil setelah 12 bulan, meski sudah berhubungan seksual tanpa proteksi. Sepanjang penelitian berlangsung, peneliti mencatat ada 347 wanita yang berhasil hamil dan 54 orang yang gagal hamil.
Berdasarkan penelitian tersebut, hormon kortisol tidak berhubungan dengan masalah kesuburan. Namun, kadar tinggi enzim alpha-amylase meningkatkan risiko infertilitas dua kali lipat. Kadar enzim ini menandakan bahwa stres yang terjadi berkepanjangan. Faktor lain yang juga memengaruhi masalah kesuburan adalah usia, ras, pendapatan, faktor kesehatan, dan sosial ekha. Seperti itulah artikel yang dilansir dari media online kompas.
Klik Disini, Untuk Mendapatkan Solusi Cepat Hamil Dari Dokter Ahli Kandungan
Pesan Dari Dr Riyani SpOG: